Minggu, 05 Mei 2013
Senin, 29 April 2013
Postingan 8
Nama :
Destyani Eka Saputri
NPM :
29211200
Kelas :
2EB08
Judul :
Aspek Hukum Perjanjian
Kerja Dalam Proyek Bangunan
Pengarang : Arkam
Laya
Pelaksanaan
Jasa Konstruksi pada dasarnya, menurut Badrulzaman
(1994: 68), pelaksanaan
pengadaan
barang dan jasa dilakukan melalui bentuk-bentuk
sebagai berikut: Pertama, pelelangan
umum adalah pelelangan yang dilakukan secara terbuka dengan
pengumuman
secara
luas melalui media massa, media cetak, dan
papan pengumuman resmi untuk
penerangan umum sehingga masyarakat
luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.
Kedua, pelelangan
terbatas adalah pelelangan terbatas untuk pekerjaan tertentu yang diikuti oleh sekurang-kurangnya lima rekanan
yang tercantum dalam daftar rekanan terseleksi (DRT)
yang di pilih di antara rekanan yang tercatat dalam daftar rekanan mampu (DRM)
sesuai dengan bidang usaha
atau ruang lingkupnya atau kualifikasi kemampuannya, dengan pengumuman
secara luas, melalui media
massa, media cetak, dan papan pengumuman resmi
untuk penerangan umum sehingga masyarakat luas
dunia usaha dapat mengetahuinya. Ketiga, pemilihan langsung
adalah pelaksanaan
pengadaan barang
dan jasa tanpa melalui
pelelangan umum atau pelelangan terbatas,
yang dilakukan dengan membandingkan
sekurang-kurangnya tiga penawaran
dan melakukan negosiasi, baik
teknis maupun harga sehingga diperoleh harga yang wajar
dan teknis yang dapat dipertanggungjawabkan dari
rekan yang tercatat dalam daftar rekanan
mampu
(DRM) sesuai dengan
usaha, ruang lingkupnya, atau
kualifikasi kemampuannya. Keempat, pengadaan langsung adalah
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa
yang
dilakukan di antara
rekanan golongan ekonomi lemah
tanpa melalui pelelangan umum
atau pelelangan terbatas
atau pemilihan langsung.
Selanjutnya
pada Bab I, ketentuan umum
Pasal I point
ke l0 Undang-Undang Nomor 18
tahun 1999 dinyatakan bahwa
pengertian pelaksana konstruksi adalah
penyedia jasa orang perseorangan atau badan
usaha yang dinyatakan ahli yang professional di bidang
pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu
menyelenggarakan kegiatannya
untuk mewujudkan suatu hasil
perencanaan menjadi bentuk bangunan atau
bentuk fisik lainnya.
Lebih jelas lagi mengenai jenis, bentuk dan bidang
usaha dari layanan jasa konstruksi
diatur dalam Pasal 4 sampai dengan
Pasal 13 terdiri dari
usaha perencanaan konstruksi,
usaha
pelaksanaan konstruksi dan usaha pengawasan
konstruksi yang masing-masing dilaksanakan oleh perencanaan konstruksi,
pelaksana konstruksi dan pengawas
konstruksi.
Dapat
dikatakan bahwa dalam satu paket pekerjaan
pembangunan fisik terdapat 3 (tiga) layanan usaha jasa
konstruksi yang akan
terpakai sesuai dengan keahlian
masing-masing
dan tahapan
dari perencanaan pembangunan itu
sendiri yaitu: Pertama,
Tahap perencaan konstruksi yang dikerjakan
oleh perencanaan konstruksi dengan
tanggung jawab mulai dari studi
pengembangan sampai dengan menyusun
kontrak kerja konstruksi dalam
bahasa dilingkungan pekerjaan konstruksi
mereka disebut sebagai konsultan
perencanaan. Kedua, Tahap pelaksanaan
konstruksi dari apa yang
telah direncanakan tersebut yang kesemuanya telah
dituangkan dalam kerja
(termasuk gambar) biaya, bahan yang harus
digunakan termasuk batasan waktu/jadwal
waktu memulai pekerjaan dan
penyerahan akhir hasil pekerjaan,
bahkan cara mengatasi resiko yang
mungkin telah ditentukan. Ketiga, Tahap
pengawasan konstruksi, tanggung jawabnya
memberikan layanan jasa mengawasi
pekerjaan yang dilakukan oleh
pelaksana konstruksi.
Ketiga
macam tahap pekerjaan tersebut dilaksanakan
sendiri-sendiri oleh
masing-masing penyedia jasa konstruksi dan bertanggung jawab sendiri-sendiri pula terhadap
pengguna jasa mereka. Jelaslah
bahwa pengertian dari
pelaksanaan konstruksi sebagai penyedia jasa
adalah sebagaimana bunyi Pasal
4 ayat(3).
Menurut Badrulzaman
(1994: 69) bahwa hal-hal yang
harus diperhatikan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa
adalah sebagai berikut: Pertama,
Keseluruhan dokumen kontrak yang
bersangkutan harus disusun sesuai
dengan ketentuan yang berlaku
dan /atau ketentaun
yang tercantum dalam
perjanjian pinjaman luar negeri
yang bersangkutan. Kedua, Rekanan
yang ditunjuk benar-benar mampu dan memiliki reputasi yang baik.
Ketiga, Harga yang disepakati benar-benar telah
memenuhi persyaratan menguntungkan
negara dan dapat dipertanggungjawabkan dengan memperhatikan cara
pembayaran. Keempat,
Kualitas pekerjaan dan waktu
penyelesaian pekerjaan dijamin
akan
dapat dipenuhi oleh
rekanan yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan kontrak.
Postingan 7
Nama :
Destyani Eka Saputri
NPM :
29211200
Kelas :
2EB08
Judul :
Aspek Hukum Perjanjian
Kerja Dalam Proyek Bangunan
Pengarang : Arkam
Laya
Abstract
Generally,
implementation of a development project
requires law peripheral in the
form of
agreement. Agreement is important
to give a legal fundament in activity tofinalizing building
project tillfinish. Basically, every
party involving in an
implementation of construction contrqct
is main party that
hove signing up construction,
that is bath
ofemployer and developer ones. To
be able to the happening of contractual terms
between construction servicefeeders and
construction service user
hence they must
bind itselfin an agreement based on
principle of agreement reached.
Kata
Kunci: Hukum, Perjanjian, Proyek,
Bangunan, Kesepakatan
Postingan 6
Nama :
Destyani Eka Saputri
NPM :
29211200
Kelas :
2EB08
Judul
: PERLINDUNGAN HUKUM HaKI DALAM
PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA
Pengarang : Lathifah Hanim, SH.M.Hum.M.Kn.
Hak Cipta
Pengaturan
hak cipta dijumpai dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Hak Cipta, "Hak cipta adalah hak
eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku". Selanjutnya Pasal 1
angka 2 menjelaskan, "Hak cipta diberikan pada pencipta atau penerima hak
atas suatu ciptaan. Pencipta adalah seorang atau beberapa secara bersama-sama
yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran,
imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam
bentuk yang khas dan bersifat pribadi". "Pada Pasal 1 angka 3
dijelaskan, "Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya
dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra". Dalam Pasal 1 angka 4
dijelaskan "Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta
atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang
menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut".
Undang-undang
Merek memberikan penegasan bahwa tidak ada hak cipta atas :
1) hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara;
2) peraturan perundang-undangan;
3) pidato kenegaraan atau pidato pejabat
pemerintah;
4) putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
5) keputusan badan arbitrase atau keputusan
badan-badan
sejenis
lainnya.
Hak
dari ciptaan dapat beralih pada orang lain melalui lima cara, yaitu warisan,
hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh
peraturan perundang-undangan. Setiap orang yang mempergunakan ciptaan orang
lain tanpa izin pencipta dapat dituduh sebagai perbuatan kejahatan dan ditindak
dengan ketentuan pidana, seperti tersebut dalam Pasal 72 dan Pasal 73.
Postingan 5
Nama :
Destyani Eka Saputri
NPM :
29211200
Kelas :
2EB08
Judul
: PERLINDUNGAN HUKUM HaKI
DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA
Pengarang : Lathifah Hanim, SH.M.Hum.M.Kn.
Pembahasan
Perlindungan Hukum
HaKI bagi Franchisor (Pemberi Waralaba) dan
Franchisee (Penerima Waralaba)
dalam Perjanjian Waralaba di Indonesia.
Ada
beberapa unsur penting yang terdapat dalam waralaba berdasarkan Pasal 1
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, yaitu:
a)
Waralaba
adalah hak khusus yang merupakan suatu Hak Kekayaan Intelektual yang dimiliki
oleh seseorang dan atau badan hukum tertentu;
b)
Waralaba
diselenggarakan atas dasar perjanjian.
Franchise pada
dasarnya mengandung elemen-elemen pokok sebagai berikut:
a. Franchisor
yaitu pihak pemilik/produsen dari barang
atau jasa yang telah memiliki
merek tertentu serta memberikan atau melisensikan
hak eklslusif tertentu untuk pemasaran dari barang atau jasa itu.
b. Franchisee
yaitu pihak yang menerima hak ekslusif itu dari franchisor.
c. Adanya penyerahan hak-hak secara eksklusif
(dalam praktek meliputi berbagai macam hak milik intelektual/hak milik perindustrian)
dari franchisor kepada franchisee.
d. Adanya penetapan wilayah tertentu, franchise area di mana
franchisee diberikan hak untuk
beroperasi di wilayah tertentu.
Contoh:
hanya diperbolehkan untuk beroperasi di Pulau Jawa.
e. Adanya imbal
- prestasi dari franchisee
kepada franchisor yang berupa
Initial Fee dan Royalties
serta biaya-biaya lain yang disepakati oleh kedua belah pihak.
f. Adanya standar mutu yang ditetapkan oleh franchisor
bagi franchisee, serta supervisi secara berkala dalam rangka mempertahankan
mutu.
g. Adanya pelatihan awal, pelatihan yang berkesinambungan,
yang diselenggarakan oleh franchisor
guna peningkatan ketrampilan.
Dari
sudut pandang ekonomi franchise adalah hak yang diberikan
secara khusus kepada seseorang
atau kelompok, untuk memproduksi atau merakit, menjual, memasarkan suatu produk
atau jasa. Sedangkan dari sudut pandang hukum
franchise adalah perjanjian legal
antara dua pihak dalam bekerjasama memproduksi,merakit, menjual, memasarkan suatu
produk jasa. Kata waralaba pertama kali diperkenalkan oleh Lembaga Pendidikan
dan Pembinaan Manajemen (LPPM) sebagai padanan kata Franchise. Amir Karamoy menyatakan bahwa
waralaba bukan terjemahan langsung konsep Franchise. Dalam konteks bisnis, Franchise
berarti kebebasan untuk menjalankan usaha secara mandiri di wilayah
tertentu. Waralaba berasal dari kata "wara" yang berarti lebih atau
istimewa dan "laba" berarti untung. Jadi, waralaba berarti usaha yang
memberikan keuntungan lebih/istimewa. Lebih lanjut Amir Karamoy menyatakan bahwa
secara hukum waralaba berarti persetujuan
legal atas pemberian hak atau
keistimewaan untuk memasarkan suatu produk/jasa dari pemilik (pewaralaba) kepada
pihak lain (terwaralaba), yang diatur dalam suatu aturan permainan tertentu.
Sedangkan
dari sudut pandang hukum Waralaba adalah perjanjian legal antara dua pihak dalam
bekerjasama memproduksi, merakit, menjual, memasarkan suatu produk jasa. Dari
segi hukum Waralaba melibatkan bidang-bidang
hukum perjanjian, khususnya perjanjian tentang pemberian lisensi, hukum
tentang nama perniagaan, merek, paten, model dan desain. Bidang-bidang hukum tersebut
dapat dikelompokkan dalam bidang hukum perjanjian dan
bidang
hukum tentang hak milik intelektual (intelectual property right).
Terdapatnya
unsur hak-hak atas kekayaan intelektual sebagai bagian terpenting dari waralaba dapat dilihat
dari ketentuan Pasal 1 butir 1 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang
Waralaba, yang menekankan waralaba sebagai
hak khusus yang dimiliki oleh
orang
perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha
dalam rangkai memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan
dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian
waralaba. Sedangkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-Dag/Per/3/2006
tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha
Waralaba ditegaskan bahwa "Waralaba (franchise) adalah perikatan antara
pemberi waralaba dengan penerima
waralaba di mana penerima waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan
memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan
atau ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba dengan suatu imbalan
berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pemberi waralaba dengan sejumlah kewajiban
menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh pemberi
waralaba kepada penerima waralaba. Berdasarkan ketentuan peraturan tersebut di
atas dapat di pahami bahwa di Indonesia Hak Kekayaan Intelektual merupakan unsur
inti dari waralaba, suatu bisnis tidak akan mungkin diwaralabakan apabila tidak
mengandung unsur Hak Kekayaan
Intelektual.
Perjanjian
waralaba merupakan salah satu aspek perlindungan hukum kepada para pihak dari perbuatan
merugikan pihak lain, termasuk dalam memberikan perlindungan hukum terhadap Hak
Kekayaan Intelektual. Hal ini dikarenakan perjanjian tersebut dapat menjadi
dasar hukum yang kuat untuk menegakkan perlindungan hukum bagi para pihak yang
terlibat dalam sistem waralaba. Jika salah satu pihak melanggar isi perjanjian,
maka pihak lain dapat
menuntut
pihak yang melanggar tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku. Sebagaimana
Perjanjian Waralaba di atas, dapat diketahui bahwa Perjanjian tersebut telah mengatur tentang perlindungan
HaKI secara spesifik, yakni dengan memperjanjikan batasan-batasan
tertentu
yang harus dipatuhi oleh franchisee,
yang secara langsung maupun tidak langsung ditujukan untuk melindungi hak
kekayaan intelektual dari pemberi waralaba. Selain hal tersebut secara yuridis HaKI
dalam bisnis waralaba juga sangat dilindungi oleh peraturan
perundang-undangan
yang berkaitan dengan hak kekayaan
intelektual,
yaitu:
a.
Hak Merek
b.
Hak Paten
c.
Hak Cipta
Langganan:
Postingan (Atom)