Senin, 29 April 2013

Postingan 8


Nama : Destyani Eka Saputri
NPM  : 29211200
Kelas : 2EB08


Judul               : Aspek  Hukum  Perjanjian  Kerja  Dalam Proyek  Bangunan
Pengarang       : Arkam  Laya

Pelaksanaan Jasa Konstruksi pada dasarnya,  menurut Badrulzaman (1994:  68),  pelaksanaan
pengadaan barang  dan  jasa dilakukan melalui  bentuk-bentuk  sebagai berikut: Pertama,  pelelangan  umum adalah pelelangan  yang  dilakukan secara terbuka  dengan  pengumuman
secara luas  melalui media massa, media  cetak, dan  papan  pengumuman resmi  untuk  penerangan  umum sehingga  masyarakat  luas  dunia  usaha yang berminat dan  memenuhi kualifikasi dapat  mengikutinya.  Kedua, pelelangan terbatas  adalah  pelelangan terbatas untuk pekerjaan tertentu  yang diikuti oleh sekurang-kurangnya lima rekanan yang tercantum  dalam  daftar rekanan terseleksi  (DRT)  yang di pilih di antara rekanan yang tercatat  dalam daftar rekanan mampu  (DRM)  sesuai  dengan bidang usaha atau  ruang  lingkupnya atau kualifikasi  kemampuannya, dengan  pengumuman  secara  luas, melalui  media  massa, media  cetak,  dan papan pengumuman  resmi  untuk penerangan umum  sehingga masyarakat  luas  dunia  usaha  dapat mengetahuinya. Ketiga, pemilihan langsung  adalah  pelaksanaan
pengadaan  barang  dan  jasa tanpa melalui pelelangan  umum  atau pelelangan  terbatas,  yang  dilakukan dengan  membandingkan  sekurang-kurangnya  tiga  penawaran  dan melakukan  negosiasi,  baik  teknis maupun  harga  sehingga diperoleh harga  yang wajar  dan  teknis  yang dapat dipertanggungjawabkan  dari  rekan yang tercatat  dalam  daftar rekanan
mampu (DRM)  sesuai  dengan  usaha, ruang  lingkupnya,  atau  kualifikasi kemampuannya. Keempat,  pengadaan langsung  adalah  pelaksanaan pengadaan barang dan jasa  yang
dilakukan  di antara  rekanan  golongan ekonomi  lemah  tanpa  melalui pelelangan  umum  atau pelelangan terbatas  atau  pemilihan  langsung.
Selanjutnya pada  Bab I, ketentuan  umum  Pasal  I  point  ke l0 Undang-Undang Nomor 18  tahun  1999 dinyatakan  bahwa  pengertian  pelaksana konstruksi  adalah  penyedia  jasa orang perseorangan  atau badan  usaha  yang dinyatakan  ahli yang professional  di bidang  pelaksanaan  jasa konstruksi yang  mampu  menyelenggarakan kegiatannya  untuk  mewujudkan  suatu hasil  perencanaan  menjadi bentuk bangunan  atau  bentuk  fisik  lainnya.
Lebih  jelas  lagi  mengenai jenis, bentuk  dan bidang  usaha dari layanan  jasa  konstruksi  diatur  dalam Pasal 4 sampai  dengan  Pasal  13  terdiri dari  usaha perencanaan  konstruksi,
usaha pelaksanaan konstruksi  dan usaha  pengawasan  konstruksi  yang masing-masing  dilaksanakan oleh perencanaan  konstruksi,  pelaksana konstruksi  dan  pengawas  konstruksi.
Dapat dikatakan bahwa  dalam satu paket  pekerjaan  pembangunan fisik  terdapat  3 (tiga) layanan  usaha jasa  konstruksi  yang  akan  terpakai sesuai  dengan  keahlian  masing-masing
dan  tahapan  dari  perencanaan pembangunan  itu  sendiri  yaitu: Pertama,  Tahap  perencaan konstruksi yang  dikerjakan  oleh  perencanaan konstruksi  dengan  tanggung  jawab mulai  dari studi  pengembangan  sampai dengan  menyusun  kontrak  kerja konstruksi  dalam  bahasa  dilingkungan pekerjaan  konstruksi  mereka  disebut sebagai  konsultan  perencanaan.  Kedua, Tahap  pelaksanaan  konstruksi  dari  apa yang  telah  direncanakan tersebut  yang kesemuanya  telah  dituangkan dalam kerja  (termasuk  gambar)  biaya, bahan yang  harus  digunakan  termasuk batasan  waktu/jadwal  waktu  memulai pekerjaan  dan  penyerahan  akhir hasil pekerjaan, bahkan  cara mengatasi resiko  yang  mungkin  telah  ditentukan. Ketiga,  Tahap  pengawasan  konstruksi, tanggung  jawabnya  memberikan layanan  jasa  mengawasi  pekerjaan yang  dilakukan  oleh  pelaksana konstruksi.
Ketiga macam  tahap  pekerjaan tersebut  dilaksanakan  sendiri-sendiri oleh  masing-masing penyedia  jasa konstruksi  dan bertanggung  jawab sendiri-sendiri  pula terhadap  pengguna jasa  mereka.  Jelaslah  bahwa  pengertian dari pelaksanaan  konstruksi  sebagai penyedia  jasa  adalah  sebagaimana bunyi  Pasal  4 ayat(3).
Menurut  Badrulzaman  (1994: 69)  bahwa  hal-hal yang  harus diperhatikan  dalam  pelaksanaan pengadaan  barang/jasa  adalah  sebagai berikut:  Pertama,  Keseluruhan dokumen  kontrak  yang  bersangkutan harus  disusun  sesuai  dengan  ketentuan yang  berlaku  dan  /atau  ketentaun  yang tercantum  dalam perjanjian  pinjaman luar  negeri  yang  bersangkutan.  Kedua, Rekanan  yang  ditunjuk  benar-benar mampu  dan memiliki reputasi  yang baik.  Ketiga,  Harga yang  disepakati benar-benar  telah  memenuhi persyaratan menguntungkan  negara  dan dapat  dipertanggungjawabkan  dengan memperhatikan  cara  pembayaran. Keempat,  Kualitas  pekerjaan  dan waktu  penyelesaian  pekerjaan  dijamin
akan dapat  dipenuhi  oleh  rekanan  yang ditunjuk sesuai  dengan ketentuan kontrak.

Postingan 7


Nama : Destyani Eka Saputri
NPM  : 29211200
Kelas : 2EB08


Judul               : Aspek  Hukum  Perjanjian  Kerja  Dalam Proyek  Bangunan
Pengarang       : Arkam  Laya

Abstract
Generally, implementation  of a development  project  requires  law peripheral  in  the  form  of  agreement.  Agreement is  important  to  give  a legal fundament in  activity tofinalizing  building  project tillfinish. Basically, every  party  involving  in  an implementation  of construction contrqct is  main party  that  hove  signing up  construction,  that  is  bath  ofemployer and  developer  ones. To  be able to  the  happening of contractual  terms  between  construction servicefeeders  and  construction  service  user  hence  they  must  bind itselfin  an agreement  based on  principle  of agreement  reached.

Kata Kunci: Hukum,  Perjanjian, Proyek, Bangunan,  Kesepakatan

Postingan 6


Nama : Destyani Eka Saputri
NPM  : 29211200
Kelas : 2EB08


Judul        : PERLINDUNGAN HUKUM HaKI DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA
Pengarang : Lathifah Hanim, SH.M.Hum.M.Kn.

Hak Cipta
Pengaturan hak cipta dijumpai dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Hak Cipta, "Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku". Selanjutnya Pasal 1 angka 2 menjelaskan, "Hak cipta diberikan pada pencipta atau penerima hak atas suatu ciptaan. Pencipta adalah seorang atau beberapa secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi". "Pada Pasal 1 angka 3 dijelaskan, "Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra". Dalam Pasal 1 angka 4 dijelaskan "Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut".
Undang-undang Merek memberikan penegasan bahwa tidak ada hak cipta atas :
1)  hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara;
2)  peraturan perundang-undangan;
3)  pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah;
4)  putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
5)  keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan
sejenis lainnya.
Hak dari ciptaan dapat beralih pada orang lain melalui lima cara, yaitu warisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Setiap orang yang mempergunakan ciptaan orang lain tanpa izin pencipta dapat dituduh sebagai perbuatan kejahatan dan ditindak dengan ketentuan pidana, seperti tersebut dalam Pasal 72 dan Pasal 73.

Postingan 5


Nama : Destyani Eka Saputri
NPM  : 29211200
Kelas : 2EB08


Judul        : PERLINDUNGAN HUKUM HaKI DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA
Pengarang : Lathifah Hanim, SH.M.Hum.M.Kn.

Pembahasan

Perlindungan Hukum HaKI bagi  Franchisor  (Pemberi Waralaba)  dan  Franchisee  (Penerima Waralaba) dalam Perjanjian Waralaba di Indonesia.

Ada beberapa unsur penting yang terdapat dalam waralaba berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, yaitu:
a)    Waralaba adalah hak khusus yang merupakan suatu Hak Kekayaan Intelektual yang dimiliki oleh seseorang dan atau badan hukum tertentu;
b)    Waralaba diselenggarakan atas dasar perjanjian.
Franchise pada dasarnya mengandung elemen-elemen pokok sebagai berikut:
a.  Franchisor  yaitu pihak pemilik/produsen dari barang  atau jasa  yang telah memiliki merek tertentu serta memberikan atau  melisensikan hak eklslusif tertentu untuk pemasaran dari barang  atau jasa itu.
b.  Franchisee  yaitu pihak yang menerima hak ekslusif itu dari  franchisor.
c.  Adanya penyerahan hak-hak secara eksklusif (dalam praktek meliputi berbagai macam hak milik intelektual/hak milik perindustrian) dari franchisor kepada franchisee.
d.  Adanya penetapan wilayah tertentu,  franchise  area di mana  franchisee  diberikan hak untuk beroperasi di wilayah tertentu.
Contoh: hanya diperbolehkan untuk beroperasi di Pulau Jawa.
e.  Adanya imbal  -  prestasi dari  franchisee  kepada  franchisor  yang berupa  Initial Fee  dan  Royalties  serta biaya-biaya lain yang disepakati oleh kedua belah pihak.
f.  Adanya standar mutu yang ditetapkan oleh  franchisor  bagi  franchisee,  serta supervisi secara berkala dalam rangka mempertahankan mutu.
g.  Adanya pelatihan awal, pelatihan yang berkesinambungan, yang  diselenggarakan oleh franchisor guna peningkatan ketrampilan.
Dari sudut pandang ekonomi  franchise  adalah hak yang  diberikan  secara  khusus kepada seseorang atau kelompok, untuk memproduksi atau merakit, menjual, memasarkan suatu produk atau jasa. Sedangkan dari sudut pandang hukum  franchise  adalah perjanjian legal antara dua pihak dalam bekerjasama memproduksi,merakit, menjual, memasarkan suatu produk jasa. Kata waralaba pertama kali diperkenalkan oleh Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (LPPM) sebagai padanan kata  Franchise. Amir Karamoy menyatakan bahwa waralaba bukan terjemahan langsung konsep Franchise.  Dalam konteks bisnis,  Franchise  berarti kebebasan untuk menjalankan usaha secara mandiri di wilayah tertentu. Waralaba berasal dari kata "wara" yang berarti lebih atau istimewa dan "laba" berarti untung. Jadi, waralaba berarti usaha yang memberikan keuntungan lebih/istimewa. Lebih lanjut Amir Karamoy menyatakan bahwa secara hukum waralaba berarti persetujuan  legal  atas pemberian hak atau keistimewaan untuk memasarkan suatu produk/jasa dari pemilik (pewaralaba) kepada pihak lain (terwaralaba), yang diatur dalam suatu aturan permainan tertentu.
Sedangkan dari sudut pandang hukum Waralaba adalah perjanjian legal antara dua pihak dalam bekerjasama memproduksi, merakit, menjual, memasarkan suatu produk jasa. Dari segi hukum Waralaba melibatkan bidang-bidang  hukum perjanjian, khususnya perjanjian tentang pemberian lisensi, hukum tentang nama perniagaan, merek, paten, model dan desain. Bidang-bidang hukum tersebut dapat dikelompokkan dalam bidang hukum perjanjian dan
bidang hukum tentang hak milik intelektual (intelectual property right).
Terdapatnya unsur hak-hak atas kekayaan intelektual sebagai  bagian terpenting dari waralaba dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1 butir 1 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, yang menekankan waralaba sebagai  hak khusus yang dimiliki oleh
orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangkai memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Sedangkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-Dag/Per/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba ditegaskan bahwa "Waralaba (franchise) adalah perikatan antara pemberi waralaba  dengan penerima waralaba di mana penerima waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pemberi waralaba dengan sejumlah kewajiban menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba. Berdasarkan ketentuan peraturan tersebut di atas dapat di pahami bahwa di Indonesia Hak Kekayaan Intelektual merupakan unsur inti dari waralaba, suatu bisnis tidak akan mungkin diwaralabakan apabila tidak mengandung unsur Hak Kekayaan
Intelektual.
Perjanjian waralaba merupakan salah satu aspek perlindungan hukum kepada para pihak dari perbuatan merugikan pihak lain, termasuk dalam memberikan perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual. Hal ini dikarenakan perjanjian tersebut dapat menjadi dasar hukum yang kuat untuk menegakkan perlindungan hukum bagi para pihak yang terlibat dalam sistem waralaba. Jika salah satu pihak melanggar isi perjanjian, maka pihak lain dapat
menuntut pihak yang melanggar tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku. Sebagaimana Perjanjian Waralaba di atas, dapat diketahui bahwa Perjanjian  tersebut telah mengatur tentang perlindungan HaKI secara spesifik, yakni dengan memperjanjikan batasan-batasan
tertentu yang harus dipatuhi oleh  franchisee, yang secara langsung maupun tidak langsung ditujukan untuk melindungi hak kekayaan intelektual dari pemberi waralaba. Selain hal tersebut secara yuridis HaKI dalam bisnis waralaba juga sangat dilindungi oleh peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan hak kekayaan
intelektual, yaitu:
a. Hak Merek
b. Hak Paten
c. Hak Cipta