Nama :
Destyani Eka Saputri
NPM :
29211200
Kelas :
2EB08
Judul : Keabsahan Perjanjian dengan
Klausul Baku
Pengarang : R.M Panggabean
Hasil dan Pembahasan
Keabsahan Perjanjian dengan Klausul Baku
Untuk
menentukan atau menilai keabsahan kontrak jual beli BTS yang dituangkan dalam perjanjian
standar harus dikaji bagaimana hukum kontrak mengatur syarat-syarat keabsahan
kontrak. Pasal 1320 KUHPerdata menentukan adanya 4 (empat) syarat sahnya suatu
perjanjian, yakni: (1). Adanya kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan
dirinya; (2) kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan; (3) harus ada
suatu hal tertentu; dan (4) harus ada suatu sebab (causa) yang halal.
Persyaratan
tersebut di atas berkenaan baik mengenai subjek maupun objek perjanjian.
Persyaratan yang pertama dan kedua berkenaan dengan subjek perjanjian.
Persyaratan yang ketiga dan keempat berkenaan dengan objek perjanjian.
Pembedaan kedua persyaratan tersebut dikaitkan pula dengan masalah batal demi
hukumnya (nieteg, null and void,void ab
initio) dan dapat dibatalkannya (vernietigbaar,voidable) suatu perjanjian.
Perjanjian yang batal demi hukum adalah perjanjian yang sejak semula sudah
batal, hukum menganggap perjanjian tersebut tidak pernah ada. Perjanjian yang
dapat dibatalkan adalah sepanjang perjanjian tersebut belum atau tidak
dibatalkan pengadilan, maka perjanjian yang bersangkutan masih terus berlaku.
Pakar
hukum Indonesia umumnya berpendapat bahwa apabila persyaratan subjektif
perjanjian (kata sepakat dan kecakapan untuk melakukan perikatan) tidak
dipenuhi tidak mengakibatkan batalnya perjanjian, tetapi hanya dapat dibatalkan
melalui putusan pengadilan. Apabila persyaratan yang menyangkut objek
perjanjian (suatu hal tertentu dan adanya
causahukum yang halal) tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut batal
demi hukum.
Kata
sepakat di dalam perjanjian pada dasarnya adalah pertemuan atau persesuaian
kehendak antara para pihak di dalam perjanjian. Seseorang dikatakan memberikan
persetujuannya atau kesepakatannya (toestemming) jika ia memang menghendaki apa
yang disepakati. Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai
persyaratan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar
pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte).
Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi ( accceptatie ).
Mengingat tidak adanya definisi penawaran tersebut, Rutten mendefinisikan
penawaran sebagai suatu usul untuk menutup perjanjian yang ditujukan kepada
pihak lawan janjinya, usul mana telah dirumuskan sedemikian rupa sehingga
penerimaan usul itu langsung menimbulkan perjanjian.
Pernyataan
kehendak tersebut harus merupakan pernyataan bahwa ia menghendaki timbulnya
hubungan hukum. Kesesuaian kehendak antara dua saja belum melahirkan
perjanjian, karena kehendak tersebut harus dinyatakan, harus nyata bagi pihak
yang lain, dan harus dapat dimengerti oleh pihak lain. Apabila pihak yang lain
tersebut telah menyatakan menerima atau menyetujuinya, maka timbullah kata
sepakat.
Orang
dapat mengatakan bahwa suatu pernyataan adalah suatu penawaran apabila hal itu
sampai pada orang yang diberikan penawaran, sedang pernyataan itu sendiri
haruslah diartikan sebagai suatu tanda yang dapat diketahui dan dimengerti oleh
lawan janjinya. Konsekuensinya, jika terjadi karena penawaran itu diterima
secara keliru “ada akseptasi yang menyimpang dari penawarannya”maka pada
dasarnya tidak lahir perjanjian. J.Satrio menyebutkan ada beberapa cara untuk
mengemukakan kehendak tersebut, yakni secara tegas, tertulis, dengan tanda, dan diam-diam.
Suatu
perjanjian dapat mengandung cacat kehendak atau kata sepakat dianggap tidak ada
jika terjadi hal-hal yang disebut di bawah ini, yaitu adanya paksaan (dwang),
adanya kesesatan atau kekeliruan (dwaling), dan adanya penipuan (bedrog); dan
dalam perkembangan lebih lanjut, dikenal pula cacat kehendak yang lain, yakni
penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden). Jadi, sekarang ini
dikenal adanya empat kelompok bentuk cacat kehendak.
1. Paksaan
2. Kekeliruan atau kesesatan
3. Penipuan
4. Akibat hukum kontrak yang menerapkan kebebasan berkontrak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar